Oleh Asep Rosyidin
Kanny, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Pada tahun 2012,
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan kegiatan pembenahan sistem
administrasi Pajak Pertambahan Nilai dengan menertibkan para Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang telah dikukuhkan. Dimulai dari registrasi ulang terhadap
ribuan PKP yang tersebar di seluruh Indonesia hingga penataan kembali sistem
penomoran dan pelaporan faktur pajak. Tentu bukan merupakan perkara mudah
melaksanakan kegiatan ini, namun pegawai DJP dapat memenuhi tantangan itu dan
hasil dari kegiatan ini akhirnya diperoleh Wajib Pajak yang tergolong PKP kategori
“patuh” yang tetap dapat menjalankan mekanisme pengkreditan PPN melalui faktur
pajak.
Kegiatan ini perlu
mendapat apresiasi, karena dari sektor PPN ini seringkali menjadi celah
timbulnya kebocoran penerimaan perpajakan yang sangat merugikan negara.
Seringkali kita mendengar adanya kasus faktur pajak fiktif oleh pihak-pihak
yang sengaja memanfaatkan celah-celah di skema pengkreditan faktur pajak
masukan dan pajak keluaran yang dianut oleh sistem pemungutan PPN di Indonesia.
Sehingga diharapkan dengan kegiatan pembenahan ini, pemerintah dalam hal ini
DJP dapat mengurangi potensi-potensi kebocoran dari sektor PPN dan dapat lebih
memantau arus transaksi yang dilakukan oleh PKP yang dapat menambah potensi
penerimaan pajak.
Dari kegiatan
pembenahan sistem administrasi PPN ini khususnya kegiatan registrasi ulang PKP
maupun kegiatan verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP, DJP sebenarnya dapat
memanfaatkan untuk mendorong wajib pajak yang berstatus PKP maupun yang akan
dikukuhkan sebagai PKP untuk lebih patuh dalam kewajiban perpajakan selain dari
sektor PPN misalnya kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Pajak Penghasilan (PPh) maupun SPT PPh Tahunan serta kewajiban untuk pelunasan
atas tunggakan pajak yang belum terbayar baik itu karena hasil penelitian
kembali oleh wajib pajak maupun hasil verifikasi maupun pemeriksaan yang
dilaksanakan oleh DJP.
Sebagaimana yang kita
ketahui di dalam PER-05/PJ/2012 yang mengatur mengenai registrasi ulang PKP,
DJP lebih menitik beratkan kategori tingkat kepatuhan di bidang PPN saja yaitu
kepatuhan dalam penyampaian SPT Masa PPN. Sehingga atas PKP yang tergolong
tidak “patuh” dalam penyampaian SPT Masa PPN akan dilakukan pencabutan status
PKP sehingga tidak berhak lagi untuk menerbitkan dan meng-kreditkan Faktur
Pajak. Namun jika PKP tersebut misalnya dalam hal ini masih “bolong-bolong”
dalam menyampaikan laporan SPT Masa maupun Tahunan untuk jenis pajak selain PPN
atau bahkan lebih ekstrim lagi Wajib Pajak sama sekali tidak menyampaikan
laporan untuk jenis pajak selain PPN tapi atas laporan SPT Masa PPN nya sangat
tertib, DJP tidak dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP.
Tentu hal ini sangat
disayangkan, Wajib Pajak yang telah diberi kepercayaan yang sangat besar oleh
negara dalam hal ini DJP yang telah mengukuhkan dirinya sebagai PKP yang
memiliki hak dapat menerbitkan maupun mengkreditkan faktur pajak sesuai dengan
peraturan peraturan perundang-undangan namun kewajibannya terhadap negara dalam
hal ini di bidang perpajakan belum sepenuhnya dilaksanakan.
Diharapkan ke depannya
program pembenahan sistem administrasi PPN melalui registrasi ulang ini tetap
dilaksanakan dengan menambah kategori tingkat kepatuhan bukan hanya kepatuhan
di bidang PPN saja namun kepatuhan di seluruh kewajiban perpajakan. Sehingga wajib
pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP menjadi pionir dalam tingkat kesadaran
untuk patuh dalam menjalankan dan memenuhi kewajiban peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang perpajakan.
*) Tulisan ini
merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana
penulis bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar